Kamis, 09 Januari 2014

Sunset


Sunset is the time of day when someone seems to pour orange cordial and beat up omega 3 eggs to the sky. It is a time when I am reminded of how much I am loved. It is the time when I pause in awe of the free beauty that life offers while being reminded that it’s time to re-center myself through praying. I was once an atheist, agnostic, Buddhist, Taoist, mysticist, and every believes that ends with an –ist. However, in 2014, all my experiences and slaps on the face have taken my hand and guided me back to the religion I was born in; Islam. I’m taking very small baby steps, and still feeling lots of apprehension. But, these days, I have understood that my hatred towards the religion was more directed to the misconception of its teaching. Yet, in its purest form, and with the humblest willing to understand it, one would hopefully peel off all the unnecessary membrane, and find sacred love at its core. The love comes from above. The love comes from all around.

Minggu, 04 Juli 2010

Agama (?)

Agama selalu menjadi momok bagi saya. Saya merasa tidak perlu menggunakannya, tapi selalu takut akan hal-hal yang ditakuti oleh guru agama di sekolah kalau saya tidak teguh berpegang padanya. Kalau tidak solat, badan akan disakiti terus-terusan sampai waktu yang tidak ditentukan di dalam kuburan nanti hingga di alam neraka. Pokoknya, segala rasa sakit yang pernah saya bayangkan di dunia, akan saya alami setelah mati nanti kalau tidak rajin melakukan rangkaian gerakan-gerakan tersebut sebanyak lima kali sehari. Nanti baru tidak sakit lagi kalau masa tahanan di neraka selesai dan saya dibebaskan ke surga. Pokoknya kesakitan teruuus sejak badan mati. Wong idup nang dunia wes susah, abis mati yo susah meneh. Tega juga ya Allah. Sepertinya tidak adil. Apalagi guru agama selalu bilang, hanya dan hanya dengan solat, saya akan terbebas dari segala kesusahan dan kesakitan tersebut. Saat saya kecil itu, saya pikir, kok males banget yaa untuk berangkat solat 5 kali sehari. Gawat banget ini nanti saya abis mati bakal kesusahan selama-lamanya.

Berawal dari pemikiran itu, saya berusaha mencari teman. Siapa yah yang kira-kira bakal menemani saya nanti pas saat disiksa setelah mati? Waktu kecil saya pikir, tidak apa-apa masuk neraka. Yang penting jangan sendirian masuk nerakanya, dan kalo ternyata saya ga sendirian karena banyak juga orang-orang yang masuk neraka, saya gak mau jadi orang terakhir yang keluar dari neraka. Pokoknya emoh sendirian. Waktu kecil saya takut sendirian. Ke kamar mandi sendiri takut. Lalu saya memutar pikiran kiranya siapa yang bakal menemani saya. Ini semua terjadi kira-kira kelas 4 atau 5 SD.

Kata guru agama, yang bukan Islam akan masuk neraka. Wow, ternyata banyak sekali orang yang akan menemani saya. Menjadi tenanglah saya. Di antara orang-orang non muslim itu pun banyak sekali orang yang membunuh, menipu, meracuni dan me- me- lainnya. Semakin yakin saya bahwa saya tidak akan menjadi orang terakhir yang keluar dari neraka. Kira-kira kalau besar nanti, saya tidak akan membunuh, menipu, meracuni dan me- me- jahat lainnya. Saya menjadi tenang.

Tenang? Ternyata tidak sampai di situ. Saya yang SD masih berpikir lebih lanjut. Dari ketenangan saya bahwa ada lebih banyak orang non muslim yang akan menemani saya ke neraka, muncullah pertanyaan, mengapa orang-orang yang terlahir Islam sangat beruntung? Apa yang membedakan orang-orang Islam ini dengan teman-teman neraka saya ini? Seperti yang saya mengerti saat itu, bahwa orang terlahir dengan agama tertentu, dan sekiranya tidak akan berpindah agama selama masa hidupnya. Jadi dalam pemikiran saya, orang yang terlahir Islam sangat beruntung karena masih punya chance untuk masuk surga dan orang yang bukan Islam tidak memiliki chance sama sekali. Kasihan sekali mereka, saya pikir.

Tapi akhirnya saya mengerti bahwa ternyata orang bisa pindah agama. Berarti orang-orang yang tadinya akan otomatis masuk neraka, masih ada chance untuk masuk surga karena dia bisa sewaktu-waktu dalam hidupnya memilih untuk masuk Islam. Kata teman saya, salah sendiri bagi si non muslim itu bila ia tidak segera pindah Islam dalam kehidupan dunianya. Padahal ia telah diperkenalkan dengan Islam (mungkin melalui buku, televisi, internet, dkk), tapi tidak mau masuk Islam. Salah orang itu sendiri tidak mau mengikuti Islam, ia akan menanggung akibatnya di akhirat nanti. Dari pemahaman ini saya menjadi mengerti bahwa orang-orang tetap mendapatkan chance yang sama untuk masuk surga. Semua akhirnya tergantung pada penerimaan orang tersebut terhadap Islam di masa hidupnya. Bila mereka setuju dengan Islam, untung buatnya. Dan bila tidak setuju, celakalah dia. Waktu itu saya berpikir, ya sudah beberapa menit sebelum mati, saya akan masuk dan taat Islam. Tenang lagi lah saya.

Namun, lagi-lagi ketenangan sementara ini terusik. Pertanyaanbaru muncul lagi dari saya. Pertanyaan saya bercabang dua. Yang pertama, saya bertanya-tanya tentang orang-orang Afrika yang mungkin tidak tahu menahu tentang Islam karena tinggal di pedalaman tanpa televisi atau internet. Kehidupan sehari-hari mereka hanya mencari makan dan beranak. Mereka tidak mendapatkan kesempatan untuk mengenal Islam. Mereka akan masuk neraka!! Tidak adil bila orang dapat masuk surga karena faktor tempat mereka dilahirkan yang mana mungkin saja mereka dipilihkan tempatnya, bukan memilih sendiri. Lalu pertanyaan kedua, bagaimana dengan orang yang memang terlahir bukan Islam tapi mereka menjalani agama mereka ini dengan sangat taat hanya dan hanya karena itu adalah agama yang diajarkan mereka sejak kecil dan mereka yakini dengan kuat? Bukankah posisi mereka jadi sama saja dengan orang Islam yang solat lima waktu dan khatam Al Qur'an tiap hari? Mereka hanya menjalankan dengan benar apa yang mereka dapatkan dari kecil. Coba bila keadaannya dibalik: agama yang benar adalah agama Buddha dan orang-orang Islam yang taat dan saleh sejak kecil akan masuk neraka. Sama tidak adilnya bukan. Saya menjadi bingung sekali.

Berangkat dari kebingungan ini, saya menyimpulkan, bahwa mungkin perkataan yang diajarkan guru agama ada salahnya. Orang-orang Afrika itu dan orang-orang non muslim itu mungkin sebenarnya punya chance yang sama besarnya dengan orang Islam untuk masuk surga maupun neraka, karena Allah dikatakan guru agama memiliki sifat Maha Adil. Pasti chance semua orang sama. Hanya saja sistemnya Allah mungkin sangat rumit dan saya tidak perlu memusingkan cara untuk mengurai benang kusut sistem input surga/neraka Allah. Tugas saya saat itu adalah segera belajar matematika karena besok mau ulangan. Saya bisa tenang dan segera mengambil buku yang dicetak oleh depdiknas.

Tapi lagi dan lagi-lagi, ketenangan ini terusik kembali. Pertanyaan baru saya: Kalau begitu, agama yang dianut dan yang tertera di KTP bukanlah faktor utama penentu saya masuk surga dong? Lalu? Bagaimana ini?

Sabtu, 30 Januari 2010

Go On! Marry Her!

Ia manis, manja, dengan tawa tertata. Berbedak tebal, berwajah bingung, mencari kata-kata. Tapi rambutnya itu lhoo, cocok banget sih, manis banget sih. Gak kuat gw ngeliatnya.

Tapi dia kosong, bodoh melompong. Yang dia mengerti hanya info film terbaru, dan tempat hairspa termurah di kelurahannya. Yang dia inginkan hanya menari, berjoget, bergaya bak ratu pesta, dan lelaki. Lelaki pun ia sebenarnya tidak tau kegunaannya. "Yang penting eksistensi," jawabnya berpura-pura sambil terburu-buru membuka kamus mencari arti kata tersebut.

Ya ia cantik, akan cepat dinikahi. Kawinin aja dia, dan jagalah kecantikannya. Habiskan semua kocek dari tetesan keringatmu mencangkul di lapangan gersang hanya untuk menjaga dirimu dari malu. Malu bila nanti ia jelek, dan yang tersisa hanyalah ketololan. Karena, pada hakikatnya, memang itu saja yang ia punya di dalam pintu emas berbedak gadingnya. Wanita seperti dia cocok masuk rangka sangkar madu. Yang didisplay untuk pameran di kala siang, dan disembunyikan kala gelap menjalar. Takut, bila nanti dicuri. Tapi itu saja kegunaannya. Lama-lama kau capek, dan bertanya-tanya, apa gunanya. Apa itu guna? Guna itu siapa?

Dan ketika kau sadar, kau sudah terbangun! Terbangun di atas kasur murah berdenyit-denyit di sebelah mbok-mbok pelacur pinggir rel. Lehernya sudah hilang di tutup lemak, dan pipinya merah tebal kontras dengan dahi putih dari fanbo yang ia beli ngutang di warung si epih. Ia jauh dari sangkar madu yang kau tinggal di rumah. Tapi, mbok itu nyaman. Mbok itu nyata. Mbok itu pintar. Inilah kepuasan sesungguhnya, pikirmu. Segala pemenuhan hasrat, spiritual, dan inteligensia bisa didapat di sini. Aakh, tapi aku harus pulang. Hari sudah malam dan sangkar maduku belum masuk peraduan.

Selamat tuan, inilah hidupmu sampai nanti.

Senin, 25 Januari 2010

Titis Pratiwi

Tangled with question marks
I come forth this world
Tortured by silly barks
I fled as they whirled
Sorry here to say that

P
ray is not my pay
Rather I’ll be dying
And be free from all the lying
Think never before I speak
Ill then that made me sick
Worry not coz I will run
In the end we all be gone

Hmmm

Let life be wonderful
Let sin be just a handful
For I couldn't bear
The heights of a mountain with no sip of air
Forever I am wrong
And in turn I stand in among
But I know I won't be in the kiss of the devil
Coz with you my heart will level

Minggu, 15 November 2009

At Ms. Hilda’s Wedding

Yesterday some of the students went to Ms. Hilda's wedding. There were six girls, and one male student who is Pandu. It was quite of a surprise for us to see him come to the wedding, because we originally thought that he would never come due to unknown circumstances. We were ever so delighted when he texted and asked for directions and time for the wedding, and got more elated when we knew he was going to wait for us at the entrance. However, since we didn't realize that he was standing outside the taxi going to open our door, we just opened it like no one was going to open it for us. In short, the girls failed on having the lady-like-exit out of the taxi, but at least we still gain in having a shared date to the wedding.

As in line with the modern convention of self narcissism, the girls who were already puffed and dressed needed to take lots of pictures of themselves. What better ways to execute this than using Pandu as the photographer. So we had some nice shots of the girls taken by Pandu, but the shots aren't complete yet without Pandu also in the picture. So we sort of made Pandu do some poses, that according to the dresses we wear, needed to be scandalous like the one wear Wulan catches him with her shawl just like in Indian movies. Another one is when Pandu had to put on a jacket for Manda.

Well, we had to set a mild scandal meter for our photos with him, because this is the first time he was willing to be taken pictures with us so we needed to be in a very welcoming attitude for him. We need to not scare him, unless he would not want to pose for us. But next time, photos with Pandu will be "better."


Minggu, 25 Oktober 2009

Wedding Plans

I used to dream of 3 days and nights party for my wedding someday. The one with a complex set of Javanese tradition, and everyone attending will be yawning every consecutive minute. I used to think, I'll save all the money I make and reward myself with this show to let people know I'm capable of throwing this large party that everyone's gonna talk about for years to come, but not any more...


According to my pre-minimalism idealism, I think I would want to have like a really small wedding, when I say small, it will really really small. The attendance will only be me and him. I thought of going to the marriage registration place in a cheap suit just like Carrie did on Sex and the City: the Movie, and shock my parents when my husband and I get home. But then I had a better idea....

I saw on the news about a mass-wedding where some institution will fund up the marriage registrations and make a cute ceremony for people who wants to get married and not have the money yet. This is a charity work. I actualy find the idea quite unjustifiable because people who cannot afford to have a wedding party means that they cannot afford a marriage and I wonder what will happen to their kids. Are they gonna be roaming along the market's roads carrying an empty can? I thought hese people were stupid for their choice of getting married for free, but then I thought the idea is kind of fun!

So the plan is that my husband-to-be and me are just plain rich, and in fact could afford an extravagant wedding with Pavarotti as the wedding singer, but since we will be the wacky couple that we will be, and loves to get jiggy (whatever jiggy means), we'll just get married at a mass wedding! It won't be that embarassing because everybody knows that we are damn filthy rich, it's just that we like being silly and keep our marriage discreet, I guess. Wait, why would I want my marriage discreet? Whatever.

Hmm Career Choice

In order of appearance:

Sterwardess (then i had glasses and grew short)

Corruptor (so childish of a dream)

Pop singer (still want to :p)

Ambassador for Indonesia (cool right, travel around the world, but i don't think i'll stand the sucking up they do, i used to thought i was capable though)

Traditional dancer (so cool)

Hollywood actress (i thought i could act, and i'm pretty)

Journalist (lifestyle, relationship, comedy collumns on sunday paper)

Teacher (it seems harmless, but i used to swear i'd never be a teacher)

Lecturer (yeah, i'd love to try)

Band manager (seems cool, but the band has to be fusion band wooot wooot!!)

Prostitute (this is plan Z, but what the heck)

Life coach (it seems cool to motivate people, but i'm the one who needs motivation here)

Relationship expert/councilor (BUT I'M NOO EXPERT LALALLAAA)

Shrink (it seems cool to get people out of their wickedness, but i'm in english lit, i dont know)

Fitness/aerobic instructor (hmm why not?)





Professional photographer (this i want so badly right now. "How" is the question)

The Real Life

Dulu waktu gw kecil sd, smp, sma, cita-cita gw jadi jeng kafe jajan berlian. Pingiiiiiiiiin banget, soalnya dalam kehidupan kayak gitu, semua panca indera termanjakan. Makanan enak dari chef bule, kain yang menyentuh kulit halus, lotion yang dipasang kualitas selangit, musik di stereo mobil tuh yang top punya, yang diliat barang-barang bagus doang, yang dicium parfum temen-temen yang ga pusing kayak di angkot. Tapi sekarang gw makin gede, gw jadi sadar bahwa hal kayak gitu-gitu bener-bener ga perlu. Peradaban mal tuh ngerusak anak-anak jaman sekarang. Belom bisa ngehasilin duit, udah minta yang enggak-enggak. Apalagi cowok, mau nraktir pacar, tapi pake uang orang tua. Sampah juga, lumayan..

Terus gw nemu ide dari internet untuk hidup minimalis. Hidup pake hal-hal yang dibutuhin aja. Gw lumayan tergerak. Gw liat barang-barang di kamar gw dan berpikir, barang apa aja sih yang gw butuhin untuk bisa nerusin hidup. Dan ternyata banyak barang yang bisa gw hidup tanpanya. Ga butuh iket rambut berbagai warna, dvd lama numpuk. Kenapa barang-barang itu dibiarin duduk gitu aja di rumah tanpa bisa lebih berguna yah. Coba kalo gw oper ke orang, pasti lebih berguna.

Terus gw belajar kebudayaan Australia semester tiga. Tentang gaya hidup yang orang-orangnya dinamain drover yang intinya mereka homeless sih, tapi keren aja gitu. Pake tas gede satu, sama bawa ember kaleng satu. Mereka udah bisa hidup, cari duit dari kerja serabutan. Kalo gw cowok, pingin deh kayak gitu. Lagu waltzing matilda itu tentang frover. Tas gombal mereka dinamain Matilda. Cute.

Jadi, apa maksudnya gw nuis ini? Gw pingin entar kalo udah gede, duit gw banyak, tapi setiap ada lebihan duit, ga gw simpen. Gw investasiin. Tapi investasinya yang bagus gitu, jangan saham lalala. Jadi gw sekolahin anak pembokat, nyumbang ke mesjid, apa kek. Duit ga butuh banyak-banyak. Yang penting udah bisa hidup. Bisa ga yah. Bismillah. Tapi gw punya anak entar. pastinya gw pingin memanjakan mereka. Batasan cukup sama ga cukup jadi rancu. Ah tak tau lah.

Kadang-kadang gw ngerasa pikiran gw kayak laki-laki. Atau lebih tepatnya kakek-kakek. Sutra lah.

Sabtu, 24 Oktober 2009

?

i am wacked
i need help
from where?
God?
Myself?

Sabtu, 17 Oktober 2009

HAPPY 20TH BIRTHDAY, IBNU!!!!


Ibnu temen gw yang paling oke: cerdas tiada tara, tampan dan sexy bak anak sultan arab, putra terbaik ciputat baru. Gw kenal ibnu dari kelas 2 sma, temen sekelas, setim melulu kalo debat. Ibnu udah ngajarin gw banyaaaaaaaak banget. Dari gw yang dulu culun, goblok, naif, dan norak; sekarang gw jadi miss sastra 2009, ini semua karena bantuan Ibnu.

Ibnu selamet ulang tahun ke 20!! Doa gw, semoga lo makin kuat berhubungan sama Allah dan menyadari alesan-Nya nyiptain elo, yaitu untuk sebuah kebaikan bagi human kind dalam skala besar.

Gw percaya banget bahwa lo punya kekuatan yang gedeeeeeee banget untuk menjalankan segala apa-apa yang bakal lo jalanin di hidup ini. Kekuatan lo tanpa batas nu. Dengan segala kecerdasan lo, gw tau bahwa lo bakal bisa menuhin semua keinginan dan kebutuhan lo dengan cara yang HALAL dan gak CULAS (bwakakak), sehingga bisa fokus ke hal-hal lain yang berguna buat kemanusiaan. Semoga lo bisa ngebahagiain emak lo dengan semua prestasi yang bakal lo capai, dan bisa nyokong emak lo di umur tuanya entar. Ibnu, gw pingin liat lo jadi presiden!

Ibnu, lo sekarang berkepala dua!! Apa itu artinya??

Ibnu lo musti tau bahwa dari semua orang yang lo kenal, setelah emak dan bapak lo, GUWEEY adalah orang yang paling paling paling menginginkan kebahagiaan lo nu. Semoga semoga semoga semuanya tercapai ibnu. Segala yang material dan segala yang spiritual tercapai semua. Semoga lo merasakan komplitnya hidup dunia-akhirat dan menikmati secara orgasmik tiap detik prosesnya.

Ibnu ibnu ibnu!!!!!









Catatan ini saya tulis karena saya tau bahwa ibnu bakal jadi penggede berpengaruh gila-gilaan. Jadi dorongan untuk menjilat udah dateng dari sekarang.

Minggu, 11 Oktober 2009

MAXimizing Debate Performance

As a crappy debater now and then, my relationship with the debating world has been and on and off. The Indonesian term is, kapok sambel (in english, chilli-give-up, i guess) Because it's so hot, you said you've given up, and don't want to continue wating it, but you'll e coming back for more the next day.

In helping my self to survive the harsh debating life, i wrote this paragraph on my writing class.


Enjoy!


Maximing Debate Performance

Debate competition rounds can be stressful if you do not master these steps. Before the speech, you should have an effective preparation that will save your time. Plan what you are going to look for in your research, so you will not waste time on reading materials that are of no worth to your arguments. The general guideline is using 5W+1H question words when treating an issue. These questions will help you understand the issue completely. Next, when building the case, your arguments have to be logical, populist, and feasible. The points you bring should be acceptable to the logic of common people, and your solution should be something that could be applied and not harm anyone. For example, you cannot say that killing the poor is the best solution for solving poverty, because this kind of idea would not go in line with other people’s thoughts. During the speech, you have to be confident with whatever you are saying whether you even understand it or not. In order to show this attitude, eye contact is mostly the key that the adjudicators use when scoring the debater. Then you have to be fierce to show that you do not give up easily. In conclusion, the pride of winning could be yours if you stick to these procedures.

INDON VS MALINGSIA, THE DEBATE

GUESS WHAT???? I GUESS THE BLAH-BLAHS ABOUT INDONESIA VS MALAYSIA IS BULLSHIT!!!

FOR ME, THERE ARE NO RIGHT OR WRONG, COZ WE'RE BROTHERS WHO INHERIT THE SAME STUFF FROM THE FUCKIN SAME ANCESTORS.

THERE, I SAID IT.







AND THANK GOD, I GOT THE MALAYSIAN SIDE IN A DEBATE IN FIB. SO I CAN KICK BUTTS, AND HELP PEOPLE TO WAKE UP!! SEE THE LIGHT!



AND GUESS WHAT?



MY TEAM WON ~yeeeey~




Well, this is the speech:

My Speech for Debate Qualification

Good evening.

As the first speaker of the Malaysian team, I would like to talk about how what the Malaysian did was actually the fruit of cultural spread. Let’s take a look at how the culture spread in Malaysia. Well, sixty percent of the Malaysians are Melayu people or Malay people. That makes them the majority, and the ancestry that is claimed by the Malays are from Aceh, Arab, Banjar, Bugis, Java, Minangkabau, even Philippines and Vietnam. What the Malays inherit from their ancestors are of course the values held, way of living, and culture product.

Remember the people are already there in the Malaysian territory from a long time ago. They have lived there and establish their lives, establish their society, and when a society settles in one places, automatically a whole set of culture follows. Taking note to the numerous origins of the Malays, and those origins were located in the territory of Indonesia now, it is no wonder that the culture held have many similarities. In fact, it is the same culture that had slight variations due to the cultural spread.

Let’s look at a simple analogy of a mother who has a recipe for Soto. She has two children, and she gave her recipe to both of them. Then they went to live separately. One in Banjar and one in Pekalongan. They lived there, established their lives, and also develop their Soto. Then, they spawn and pass on their recipe to their descendants. That’s the same thin that happen to Malaysia and Indonesia. Both recipes are from the same root. Thus, there is no pint of turning this into a bilateral problem.

Then, let us look at the psychological reasoning. We have the Malaysians, who had similar culture to Indonesia, which are beautiful, rich, worthy, and priceless. As normal, sane human being representing a country, would it not be rightful to register those precious cultures? Why? Off course so it won’t be lost, to make it easy to preserve, to have something to hold on to and be proud of.

Remember, even though these cultures have similarity to the Indonesian’s, be it rendang, gamelan, reog, whatever, these are the cultures that really exist among the lives of the Malaysian people.

We cannot hide that fact. We cannot lie and say that it doesn’t exist because we want to fulfill our neighboring country’s rage.

Let’s take a look of what the rages are that some people of Indonesia that represented their country did. From the MetroTV news station 27th September, there happened demonstrations in front of Malaysian offices, throwing eggs to Malaysian Embassy, Malaysian flag burning, and Malaysian citizen sweeping. All these acts are anarchic acts that actually do not go along the opening of UUD 1945 which is Indonesia’s lawful constitution. It states that Indonesia wants to help create world peace.

So, what does all this commotion show?

This shows the ignorance of the Indonesian people. How they don’t want to acknowledge that there really is a culture spread going on, and there is no right or wrong on this issue. This is a natural thing that happened.

We have to change the idea that since our ancestors made those cultures, and that no one except us are allowed to use it, or to cherish it, or even to celebrate its existence.

The objective of our team is to open up the eyes of the Indonesians and let tolerance in to reach the aim of UUD ’45 which is to create world peace.

The Olympus Trip 35


This holiday, I found a vintage Olympus camera in a box in my mother’s closet. Unlike vintage plastic ones, this one looks more handsome because the outer body is made of metal and it is encased with a black checked jacket. By checking the production code inside the film compartment, I found out that the camera was manufactured in October 1977. Thus, this camera has been around for 32 years. What’s more remarkable is that the camera is still working in good condition which I think is because of its manual feature that makes it quite tough for all these years.

I have never used a manual camera before. To make things worse, my father doesn’t feel like teaching me. He said that I should just use the usual digital camera. Manuals are inconvenient and more expensive in its operation due to its film purchasing and photo developing process. So I went online to find the instructions and learn it myself. Afterwards, I went to buy the film and it cost 28 thousand rupiah. I was in shock because I thought films are like 6 thousand rupiah now due to the lower demand of films. When I went to my father for more money, he gave me the-I-told-you so eyes.

Then it came to the time I test the camera. Najwa, Novi and I went to the food promenade in Tebet and start shooting. At first we just took normal smiling photos at the café we were eating in. But after seeing the minor traffic jam, I had an idea where Najwa and Novi should strike a pose between the cars as if they were the ones who made the traffic happen. To make long story short, it failed because the traffic was actually quite free when they crossed the road. Even though I haven’t developed the photos, I could tell that there will be no cars around the girls in the photo. Maybe I'll upload the photo later, when I find the time to scan 'em up.

Solution for Poverty

News programs and newspapers always cover about the negative issues in the society. We know the types. From natural disasters, criminal actions, economy downfall, religious clashes, war between nations and all things that signifies suffering of the people. These problems already exist since the beginning of time, but it seems to get worse by the year. What is more hurtful is that the ones who feel the direct hit of pain are usually the people living below poverty line. They don’t have enough supply of money to cope with the problems of the world when we know that money is the generator of human lives nowadays. For example, when a war happens in a country, the people who can flee out and find safer places to finally survive the chaos are the ones who can afford to take such flight. Another example is when a plague occurs; the ones who have the funds for medication are more likely to heal and live. So, in order to survive from modern society tragedies, human needs money as their assurance.

What happen to the poor then? Now let’s take a look at how poor people are being exploited in the media. News about Lumpur Porong survivors and reality shows of poor farmers are aired everyday. We can see how the old farmer weeps about how helpless he is when his crops fail and how he doesn’t know where to go in seeking help. Ideally, the government will help him. They will aid him in replanting the crops and give fund for his basic needs until the next crops harvested, but we all know that it is hardly going to happen due to the corrupted and blind government that we have. This example is only a small fragment of the trouble that our country has to solve. According to Bappenas, the number of impovered Indonesian in 2009 is 29.99 million. Something fast has to be done in order to save these people. That’s why I’m here to offer a solution which is by terminating these people.

We all know that the government is lacking in attention to these people, and these people are never going to be taken care of if the government stays the same. By terminating them, we are saving them from onward suffering. It’s the government’s task to classify which ones to be demolished and the common grounds will be the ones who don’t have function in society which is the poor and unskilled. If we want to terminate them, the action must be done to the whole dysfunctional class in order to demolish poverty thoroughly. To make things better, the corpses should be processed in a way that will advantage the country. Make it into fertilizer, for instance.

This will bring huge a controversy due to ethical and religious reasons, but this is the fastest solution by far. Now all we need is a leader and his apparatus that is not afraid to overcome the sin. We need a leader who will accept the possibility that he might go to hell because of this policy. We need a leader that is willing to sacrifice his self for the people. We need Jesus.

Minimalism

Try to look at the things that are in the drawers of your study desk. I can guess that there will be some things that have not been touched for a few months, even years. Among them there will be things that you bought at a bazaar just because you think it is cute. You never used it because you don’t need it, but you feel that your money will become a waste if you get rid of it. So the item is stuck in the drawers without having its share of use in the world.

Well that is the problem with nearly half of my possessions. The items are from little things like all sizes of adhesive labels, a box full of hair clips from the nineties that are too childish too be worn, up to huge rolls of posters that I took off from my wall, because I hate how the people on the poster were watching me when I sleep. I always kept them lying about in my room without ever thinking that they could be of greater use, had I let them be possessed by someone else in need.

Not just my drawer, but the room was filled with un-useful things that drive my mother crazy, because she believes in minimalism. In how I view it, minimalism is a way of life where you only possess things that are useful for sustaining. She has been a devoted practitioner since she was born, and her office has no aesthetic ornaments at all. I never buy in to her idealism, because I used to believe that cute items give happiness in life.

Then my mother told me to clean up my bedroom. She gathered all my things on the floor and forced me to determine which items that I cannot live without, and which items that will be more useful if it is given to someone else. It was then that I realized that there are more un-useful things than the useful ones. I now understand that those things have nothing to do with my personal growth in being a better person, and they will not help me with anything other than taking up spaces in my room. So, every time I encounter something nice in a store, I ask myself “Do you need it or do you want it?”

Jumat, 02 Oktober 2009

The Cheese Grater

Dear whom who reads this,

I'm writing you this letter from the kitchen of my master. I'm a cheese grater. My body is square and has holes through it. On top of every hole, there placed a blade that is used to cut and shape up the cheese. With my body, the cheese that is swiped through me will turn into pieces depending on which side of my body my master uses.

There is a side that I call the angel hair side where the pieces grated are long and thin, very thin. Those fine cuts can only be made in heaven because only the Lord have the skill in cutting like that. It's so thin, it's like the blood vessels of my master but it wouldn't be nice to name it blood vessel side. Thus, I name it angel hair.

Then there is the lazy side.This side grates the cheese into big chunks. My master uses this side when she doesn't feel like having fine cuts. She either has not the time or she is just too lazy to make angel hair. Angel hair takes time you know. Since we have to summon the Lord down to earth first before creating her.

Then there is the misshapen side. In order to show her some respect, I name her Ms. Shapen. The cut it makes are always different shaped. I heard my master discussed this side of my body with his cousin Liam. He theorized on how my manufacturer was feeling a little bit artsy when designing this side. That explains why there are different styles of blades on this side of my body. The problem is that instead of creating beautiful state-of-the-art cheese shapes, it's fruit are actually ugly. My master never used this side. That's why the blades are still very sharp unlike angel hair and lazy. Sometimes when she feels very upset, she will cut my master's finger a little. That's the punishment for never using Ms. Shapen.

The last side I have is the paper cutter side. It only has one hole that is long like the mouth of a mail box. The cheese that goes through it will come out like papers! My master uses this side when she doesn't have much cheese in her storage. The thin slices will create the illusion as if it is a nice huge size of cheese. Although it is actually very thin, and stingy..

So that is my story, sweet reader. I think I might write you another letter from the recycling centre in Oldtown when my master drops me there because me blades are no more sharp and me body is no more stainless. One thing you should remember, the term 'stainless steel' is just a lie!! Remarkable isn't it. I overheard my manufacturer confessed this with his dear friend over beer at the workshop.



Until then, take care.



Cheesia Gratia







P.S. Write back!

Sabtu, 26 September 2009

HYPOCRITE ALERT






Halo halo hai!

Di bawah ini berisi tulisan-tulisan saya beberapa waktu ini yg gw tulis saat-saat gw masih krisis agama, krisis identitas, krisis kepercayaan diri, krisis moneter, dan kawan-kawan.

Sekarang pun krisis-krisisnya masih banget berjalan, tp yang pasti semua keadaan mengarah ke perbaikan diri menjadi gw yang lebih:

~sexy and yummy~

Ditunggu yah!

Jadi, mohon maaf lahir dan batin, karena tulisan-tulisan di bawah ini isinya kemunafikaaaan
semua. Gak papa, gw nyadar sendiri kok hyahahahaaa (ada temen cina yang bantuin nyadar sih). Gw sempet jijik dan lamaaaaa banget ga update blog ini. Beberapa temen sampe pada nanyain kenapa ga update-update. Kenapa? Karena saya lagi fase jijik sama diri sendiri!! Malah sempet mau ngapus blog ini, tapi akhirnya gw berpikir, jangan deh. Mending blog ini jadi penanda perkembangan gw sebagai manusia yang derajatnya akan terus meninggi seiring dengan waktu aja. Dari derajat hipokrit rendah serendah sampah, sampai derajat kesucian murni tingkat tinggi bagai perawan yang tidak pernah melakukannya sendiri.

Yo wess, saya mau reformasi diri dulu. Mudah-mudahan ke depannya bakal lebih jujur lagi. Apa adanya, tanpa berusaha memenuhi ekspektasi siapa-siapa, bahkan diri sendiri. Dan syukur-syukur kalo MENGHIBUR.



Mari...

Titis

Jumat, 18 September 2009

Your Children's Names

(Photo courtesy of Pandu and Dany)

Baby Names


As a girl, I would fantasize quite a lot about marriage, what kind of party i will have, the number of kids I will give birth to, what house I will live in, so on and so forth. Then, baby names come up in my mind. For me, names are a crucial part of a person's life. You know how celebs names are usually different from their real name? I don't want that for my children. If ever my children become celebrities or some really famous important people (WHICH THEY WILL HAVE TO BE AS LONG AS THEY STILL LIVE UNDER MY ROOF, EATING MY FOOD), i would not want them to change names. I want them to proudly bare the name that my husband and I gave them. In my mind, my children’s names have to be really good.

So what should a baby name be like?

1. Different

My children will have names that are never used on a child before, but nothing weird like Anakku Lelakiku, or Banyu Air or something like that. It will have to be an appropriate name, that won't make the child be embarassed at school, but so different that it will evoke thoughts and gain curiosity.


2. Idealistic

In the name, there should be hopes and images of how great the child will be. In this sense, I would love to have Javanese essences for this. I think Javanese have great philosophy and local wisdom. An uncle of mine said that Islam did not land in Java coz the Javanese are already wise and strong enough to the extent of not needing any religion to help and guide the people. Unlike the Arabs who were barbaric back then, and secretly still are until now.

3. Short and Catchy

A name doesn’t need to be as long as railroad tracks to show that the person is great. I believe that if the short names are already unique, then short will do. It has to be catchy and easy to remember, so the child could leave lasting impression on people.

However, the most important of all is not about the name, but about how to work hard and raise the child as hard as you can. Do not ever let yourself be impregnated if you do not have the money. This is the problem with the people in my village here, on the outskirt of Depok near the borders of Jakarta. People give birth as if milk, food, and schooling is the government's treat. They don't realize that their children need a good childhood in order to become a fully functional person in the society. Furthermore, if you then could afford a child, you will have to teach goodness to them. Make them practice it by becoming a model yourself.

In conclusion, having children is a very tough circumstance, yet the reward will be unimaginable.

Another Blog

htp://www.sajakdepok.blogspot.com



berisi..

sajak-sajak..

galau..

mahasiswa..

depok..

wassalam..

Rabu, 15 Juli 2009

Keprimitifan Dunia

Oke teknologi tuh udah oke. Manusia bisa terbang, roti bisa teriris-iris rapi, kalau lapar tidak perlu ke hutan cari babi hutan..

tapi





why?










OH WHY?










primitive primitive blood stil comes out of little girlie's genitals.










Way too primitive on that one.

Selasa, 30 Juni 2009

Orang yang Berprinsip adalah Orang yang Perutnya Kenyang

Hari ini saya menemukan pelajaran hidup yang sebenarnya cukup common sense sih untuk orang lain, tapi untuk saya pelajaran ini lumayan memukul gong di perut.



Jadi kakak saya yang di Singapur akan kedatangan bayi yang Insya Allah akan lahir. Nah di keluarga sedang ada issue tentang kewarganegaraan jabang bayi ini, apakah tetap menjadi orang Indonesia atau jadi orang sana.



Sedikit ulasan tentang kakak dan istrinya. Mereka berdua adalah smarty pants yang dari SMP sampai kuliah dibayarin pemerintah Singapur, dan akhirnya mereka jadi terikat ikatan dinas dan harus bekerja untuk perusahaan apapun, yang penting perusahaaan Singapur. Mereka yang dulu dibangga2kan karena berhasil sekolah di sekolah yang "lebih baik" dari sekolah ortunya (dan gratis pula) kini menjadi tki dan tkw asal Jakarta dan Malang. Ya, saat memutuskan menerima beasiswa, gambaran penjajahan bangsa tidak terlihat saat itu. Yang ada hanya syukur Alhamdulillah, ibu gak perlu capek-capek nambah volume cucian demi bayar uang sekolah anak pertamanya.



Tentu dengan gelitikan nasionalisme, semua orang di keluarga menginginkan anak ini tetap jadi orang Indonesia. Namun bila ditimbang2, benefit kalo anak ini jadi Singaporean lebih gede karena dia akan menerima tunjangan dan fasilitas2 yang oke dari pemerintah sana. Jauh lebih besar ketimbang santunan pemerintah Depok yang cuma 2 juta rupiah per warganya. Itupun santunan orang meninggal.



Inilah yang mencubit hati saya. Saya berpikir, kenapa seseorang bisa tega mengorbankan negaranya. Apalagi kalo negaranya sangat membutuhkan dukungan seperti Indonesia. Hmhmm. Yah, ternyata karena kami miskin. Kere cuy.

Karena kami tidak kaya raya mblegedu, tiap ada kesempatan perbaikan hidup, tentunya akan disambar, kapanpun dimanapun apapun bagamanapun. Tentu saja mereka bisa memilih pilihan yang lebih nasionalis, tapi agak males juga yah kalo harus kecempet-cempet kereta ekonomi Jakarta-Bogor, padahal ada tawaran naik MRT yang sejuk.

Jadi kesimpulan saya:
Kalau orang berprinsip itu pasti karena mereka mampu untuk berprinsip. Kehidupan mereka sudah cukup mencukupi, sehingga mereka punya waktu senggang untuk memikirkan prinsip-prinsip hidupnya. Lain sama tukang pepaya yang waktunya tersita untuk muter-muter keliling komplek. "Payaa payaaaa pisaaaang jambuuuu...."




Duh, mudah-mudahan pesan yang gw maksud nyampe ke kamu yang membaca. Semoga semoga.

Minggu, 28 Juni 2009

Pergulatan Dua Manusia dalam Satu Tubuh

Oke, pernahkah anda dimarahi orang tua, intensitas amarahnya tinggi, mungkin gebrak2 meja dikit, nampar2 dikit, terus anda balas berteriak2 membela diri, tapi sambil marah2 itu sebenernya anda fine2 saja? Hmm saya sering seperti ini. Saat bertengkar dengan orang tua, ada seseorang dalam diri saya yang bisa bersenandung lagu2 pop pasar di dalam hati seakan2 saya lagi potong kuku saja. Padahal ada perang kalor di luar tubuh saya, tapi saya yang di dalam tetap merasa seperti berada di kelas Writing 1 yang adem.

Atau saat anda sedang bersenang2 ekstatik orgasmik bersama teman atau kekasih terkasih, lalu tiba2 diri anda mengatakan, wahh hari ini seru juga yahh?

Nah, si pihak dalam diri yang tetap adem ayem saat anda sedang berada di kutub2 emosi, sebenarnya adalah diri anda yang sesungguhnya. Ilmu barat menyebutnya, inner self, higher self, atau saya senang menyebutnya "saya yang sebenarnya".

Jadi orang tersebut adalah ya, diri anda sendiri, bukan malaikat bukan juga setan. Tapi ia adalah diri anda yang SESUNGGUHNYA. "Sesungguhnya" maksud saya adalah orang yang sesuai default factory setting Sang Pencipta. Diri anda yang sempurna sesuai dengan kodrat manusia sebagai makhluk tersempurna. Diri anda yang selalu tenang, bahagia, bijak, cerdas, dan sifat-sifat baik lainnya. Hanya saja seiring waktu dan perkembangan otak, diri anda yang satu lagi (pikiran) mengambil alih tubuh dan mengambil alih sistem pemilihan respon-respon diri terhadap rangsangan luar. Pikiran yang seringkali negatif, mengubah diri sehingga akhirnya anda menjadi anda saat ini. Yaitu manusia yang serba berkekurangan dalam kepribadian. Baik terlalu penakut, terlalu merasa dirinya tinggi, terlalu baik, atau terlalu cuek. Semua sifat yang memiliki embel-embel "terlalu" pada manusia adalah buah dari pikiran kita yang mengizinkan kenegatifan masuk.

Contoh:
Saya Titis Pratiwi. Secara default factory setting sang Pencipta, saya diciptakan sebagai orang yang kecantikannya sempurna. Namun seiring perkembangan, saya dengan pikiran saya mulai menyentuh yang namanya majalah, tivi, pergaulan, dan segala bentuk komunikasi lainnya. Sehingga saya melihat orang lain (yang tentunya tingkat kesempurnaan kecantikannya sama dengan saya), dan merasa ada satu atau lebih bagian dari saya yang bentuknya tidak sekeren bagian orang itu. Namun, karena orang yang saya lihat ada banyak, dan tiap orang memiliki satu atau lebih bagian yang lebih sempurna dari saya, akhirnya pikiran saya menganggap bahwa tiap bagian dari saya pasti kalah dengan bagian-bagian lain dari orang lain. Padahal, sesuai dengan kodrat sang Pencipta, kecantikan saya sempurna. Pikiran saya mulai menerima bahwa saya kurang cantik. Dan seiring perkembangan, pikiran saya mengambil alih tubuh saya. Akhirnya dari ujung rambut ke ujung kaki sampai ke ginjal, semua mempercayai bahwa saya tidak secantik orang-orang itu. Dan akhirnya, jadilah kenyataan saya tidak secantik mereka. Karena seluruh tubuh saya sekarang bergerak dan bertingkah laku sesuai pola pikir bahwa saya tidak secantik mereka.

Tapi tetap, "diri saya yang sebenarnya" mengatakan bahwa kecantikan saya sempurna. Sehingga kadang saat saya bertemu pandang dengan diri saya di cermin atau jendela mobil orang, "diri saya yang sebenarnya" tiba-tiba berkata "ah ngga ah, gw ga jelek2 amat." Namun, secara pikiran sudah menjadi rajanya tubuh saya, saat bersanding dengan teman saya yang model, cepat2 perkataan tadi saya ralat.

Itulah pergulatan "diri yang sebenarnya" dengan pikiran. Saya percaya bahwa sang Pencipta itu cukup baik kepada saya, sehingga ia memberikan pengarahan kepada saya melalui "diri yang sebenarnya" itu. Jadi, bila kita sedang negatif, cobalah berlatih diri untuk menyadari keberadaan "diri yang sebenarnya". Dengarkanlah kata-katanya. Biasanya ia suka bergurau-gurau sedikit, tapi semua yang ia ucapkan adalah kenyataan. Dan ia selalu baik, walau kadang perkataannya mungkin menyakitkan. Anggap keberadaannya adalah hadiah dari sang Pencipta yang selalu mencintai kita dan selalu menginginkan yang terbaik untuk kita. Dewasa ini, dunia terlalu dipenuhi dengan pikiran. Pikiran-pikiran yang selalu bilang bahwa kita kurang ini dan kurang itu. Pikiran dapat menghancurkan diri sendiri, kalau pikiran itu negatif.



Enjoy!

Kamis, 25 Juni 2009

Filosofi di Balik Sampo Sachet



pic courtesy of: http://behance.vo.llnwd.net/profiles/78466/projects/112566/784661217434734.jpg

Saya itu sering berganti sampo. Topik yang lumayan gak penting lah ya buat sebuah blog post, tapi saya menemukan salah satu makna hidup di balik kebiasaan itu. Setiap saya mencoba sampo, saya seenak jidat langsung beli yang botolan. Karena saya pikir gambar dan kata-kata di botolnya itu cukup menjanjikan untuk rambut saya. Saya yang selalu langsung percaya sama orang (dan botol sampo), langsung percaya dan membelinya. Tapi apa yang terjadi? Buah semangka tertusuk duri. Setelah pemakaian beberapa minggu, ketauan lah ternyata nggak cocok itu sampo, baik bikin kering, rontok, gak asik, gak cantik, dan kekecewaan-kekecewaan lainnya.

Lalu apa yang saya lakukan dengan sisa sampo yang masih ada. Saya paksa bibik saya pakai itu sampo. Cocok nggak cocok, abisin lah bik. Saya memberinya dengan sedikit bergaya seakan-akan saya memberi si bibik kemewahan dengan sampo itu, padahal saya cuma berusaha membuangnya. Non sense.

Lalu, abis itu saya pakai apa? Biasanya kejadian ini terjadi tengah minggu. Jadi musti nunggu weekendnya dulu untuk ikut mamak belanja beli sampo. Jadi selama sisa minggu, tiap hari saya suruh bibik ke warung membeli sampo sachet. Saya suruh beli 2 sachet yang mana per sachetnya dihargai 500 rupiah. Sehingga berbekal seribu perak, tiap hari sampai weekend si bibik jalan 120 langkah (angka ngasal) ke warung bu ellen atau pak ujang atau om yudho.

Lalu, akan saya pakailah kedua sachet itu secara bersamaan pada rambut saya yang panjang nanggung.

Oke. Terus poinnya apa??

Ternyata saya menemukan sebuah fakta bahwa saya adalah seorang penyombong kelas warung. Yaiks. Karena saya merasa mampu membeli sampo sachet dengan jumlah melebihi yang dibutuhkan, dan saya pakai semuanya secara bersamaan. Wong rambutnya cukup pake satu sachet, saya beli dua! Karena saya mampu! Karena saya kaya! Hahahaaa..

Ada sebuah rasa kepuasan dalam melakukan hal ini. Saya bisa menyombong bahwa saya mampu beli sesuatu berlebih-lebih. Walau yang tau cuma bibik saya (Dan sekarang lo yang baca juga jadi tau, karena gw pengumbar diri sejati). Saya merasa seperti istrinya david Beckham yang membeli tas manohara. Tas Hermes itu, disukai oleh Victoria Beckham, sehingga ia datang ke tokonya dan bilang, "Saya kaya, saya mau beli tas manohara ini. Tapi saya gak cukup cuma punya satu, saya mau beli semua warna di toko ini, karena saya mampu. Ikutin warna pelangi ya mas!"

Cool.. Kesombongan saya dengannya ternyata sama. Ternyata saya berada pada tingkat kemanusiaan yang sama dengan Victoria Beckham. Dia bisa menghambur-hamburkan beli tas Hermes dengan jumlah yang lebih dari kebutuhan, saya juga bisa beli sampo sachet berlebih-lebih.

Terus sekarang gimana dong? Apakah dengan nulis entry ini, gw jadi sadar bahwa pemakaian sampo berlebih gw itu mubazir? Apakah gw jadi sadar bahwa uang gopek yang kelebihan itu sebenernya bisa disumbangin ke anak jalanan? Apakah gw jadi sadar bahwa masih banyak anak Indonesia yang kecukupan konsumsi susu sapinya kurang? Apakah gw jadi sadar bahwa entry kali ini nyampahnya gak kira-kira?

Nggak, gw ga sadar.


YOU SON OF A MASOCHIST!!








Yes, believe it or not, you are!! Why do I say so? Because being a masochist is a basic humanly human characteristic. So, if you're parents are real humans, they surely have traces of this pityful trait. And since they're seeds met and combined and then spawned into you, you actually inherited it too. That makes you a masochist by nature.

For those who don't now what a masochist is:::

mas·och·ism (ms-kzm)
n.
1. The deriving of sexual gratification, or the tendency to derive sexual gratification, from being physically or emotionally abused.
2. The deriving of pleasure, or the tendency to derive pleasure, from being humiliated or mistreated, either by another or by oneself.
3. A willingness or tendency to subject oneself to unpleasant or trying experiences.

masoch·ist n.
masoch·istic adj.
masoch·isti·cal·ly adv.




As seen on the above definitions which I'm quite sure you didn't read, a masochist is a person who sees pain as pleasure. Even though the above explanations are linking this masochism thing as something sexual, I smarty-pantedly can also link this to the "love phenoonema" that has been going on through my friends on my friend list, both on facebook and the real world.

So, a lot of my friends did all these things that indicates them being in a love trouble or some sort (let's call it galau from now on), referring to a note made by this good friend of mine, who is also in a state of galau. So, she said that these dudes and dudettes did the following things:
- listen to mellow songs
- put mellow status on facebook
- thinking of their lover over and over, thus, getting lack of sleep
- making love poems
- write notes on facebook on how tortured they feel on love

Well, my friend there showed the symptoms of this galauness. Well, what I see is that those things my friends did were a clear prove that they truly are a masochist.

I got friends complaining about how this galau thing just troubles their life and how they wish it would go away, but I think they actually kinda enjoyed it.

Lets compare you and this galau thing to a hand and a hot fire. If you put your hand in a fire by accident, you will pull your hand right away, because fire is painful on your skin. But if you feel this galau thing, you don't want to pull away. You still want to stay on that bed waiting till dawn, listening to those ballads, and be galau every second of those times. You want to stay like that because the pain is actually a pleasure. Surprising?

So, masochist trait is in everybody, only the levels are different. Some of you like to be spanked during intercourse, some of you like to get extreme and do bondage and get yourself handcuffed or even get pierced like what i saw in magazines (woops!), or some of you just can't stop thinking about love over and over. Bottomline: You're a masochist!!

So, is there any solution to this self torturing? I don't know. I wish I knew, but it's too comfortable in this bed with these love songs from the stereo. I couldn't care less.

Have fun!

Rabu, 20 Mei 2009

Tentang Saya 3


Oke SMA. Mulailah babak baru spiritualitas gw. Kelas 1 sampah. Kelas 2 awal-awal masih sampah. Nah pas pertengahan kelas 2 mulai lah.







Ada yang bilang, Tuhan itu diciptakan oleh manusia. Wah, gila parah banget kalimat barusan. Gw gak tau siapa yang mengeluarkan pernyataan itu. Gw dengernya samar-samar.







Saat itu gw adalah seorang anak kere yang tidak terlalu berpegang pada Tuhan mana-mana, karena gw belom tau apa-apa banget tentang Tuhan. Yang gw tau, saat itu gw miskin. Kere. Pingin sepatu cantik, rambut mengembang ngeblow ke dalem poni sempurna, kulit putih mulus tak terkena matahari dari jendela angkot, baju2 manis dan gaul menyembunyikan cacat, makan-minum enak, buku komik dan novel tanpa batas, tapi gak punya uang. Susahlah. Ada teori ekonomi, "Supply creates its own demand". Penawaran menciptakan permintaan. Banyak banget tawaran berbagai macam barang-barang cakep di mana-mana, dan permintaan gw jadi timbul karenanya. Tapi, sayangnya demand doesn't create its own supply. Walaupun gw pingin banget dan meminta banget-banget akan barang-barang itu, gak ada yang mau menyediakan barang-barang itu ke gw. Gw rasa sebenernya gw bisa tuh bikin tampang gw cakep pas sma, asal duitnya ada!!! Sayangnya tu duit ga dateng-dateng. Hahaha.











Terus sayup-sayup gw denger bahwa ada harapan buat semua orang miskin di dunia. Ada cara gampang banget untuk dapetin apapun yang lo inginin di dunia, kapanpun lo menginginkannya. Besar-kecil, panjang-pendek, lama-cepetnya pengabulan permintaan tuh ga jadi masalah. Orang kere mana sih yang gak tergiur dengernya.






Dari situ gw cari tau kemana-mana. Nama teori ilmiahnya itu cara adalah Law of Attraction. Hukum tarik-menarik. Nama buku yang ngenalin itu teori adalah The Secret.













Pause.






Di kepala lo pada pasti pingin bilang, SAMPAH LO TIS. Tapi gimana, saat itu gw bagaikan musafir di padang pasir di kasih coca-cola. Pengemis diberi surat tanah. Girang banget. Akhirnya, ada cara untuk menjauhkan diri dari kesusahan. Akhirnya ada cara biar gw jadi cakep dan bisa menggaet (atau menipu) cowok cakep. Akhirnya gw bisa bahagia sepenuhnya kayak anak-anak lain yang selalu bersenang-senang.











Gw tes lah itu teori. Katanya lo tinggal minta, percaya, dan terima. Semuanya akan dikabulin. Oke, gw coba hal-hal kecil. Gw minta taksi, lewatlah taksi. Masih gampang. Gw minta selalu ada angkot kosong yang nungguin gw di jalan besar, dan selalu ada lah itu angkot setia banget. Masih gampang. Gw tes yang lebih hebring deh. Hal yang gede bagi gw, tapi kalo gw ga dapet juga ga papa. Gw minta 14 juta rupiah. Angka ngasal. Cukup gede sampe gw bakal terpana kalo gw bisa dapet, cukup kecil sehingga gw masih bisa percaya bahwa gw bisa dapet itu duit. Tiga minggu kemudian 13,7 juta dateng. Begitu saja. Walau akhirnya itu duit jatuh ke tangan emak agar dapur mamak tetap lah mengepul, gak papa, gak sakit hati kok buuu.











Jadi, ternyata itu teori bener. Gila gw jingkrak-jingkrak parah. Gw ngerasa jago. Gw ngerasa kuat. Gw ngerasa bahwa gw bakal bahagia selama-lamanya. Gw lahir kembali. Berasa lebih lahir daripada orang yang abis puasa sebulan penuh. Dan mulai dari saat itu gw jadi orang yang positif parah, dan selalu mendapatkan apa yang gw inginkan, kapanpun gw menginginkannya. Tapi ada dampak buruk. Gw pingin semua orang tau "rahasia" ini. Gw berusaha nyebarin ini teori. Gw pingin semua orang nemu kebahagiaan yang sama yang kayak gw rasain. Gw pingin ngubah dunia. Semua orang bisa jadi konglomerat. We'll sing and dance forever and a day. Wuihhh kehidupan ideal banget. Saat itu lah gw jadi orang gila. Obsesif. Semua orang yang gw kenal, gw kasih tau tentang ini teori. Semua orang harus bahagia. Bahagia itu hak.











Ternyata gw salah. Pertama, salah milih orang. Gw ngajakin temen-temen yang emang udah anak orang kaya. Yang udah bisa dapet itu baju bagus dan makanan enak itu. Gw dianggep sedeng. Kedua, gw terlalu menggebu-gebu. Namanya juga penganten baru kan. Hotnya parah. Makin dianggep sedeng aja kan gw. Tapi gak papa, gw kan punya ecstacy gw, the secret. Hal ini cukup merusak image gw yang emang udah rusak.







Lanjut.



Gw tiap hari meminta hal-hal yang gw inginkan. Gw meminta dengan semangat penuh. Gw kunci kamar, dan gw minta dengan loncat-loncat kegirangan. Kegirangan loncat tinggi, orgasmik. Dan terus lah gw dapetin apa yang gw minta. Tapi setelah itu gw capek. Capek banget. Itu semester 1 kuliah dan gw jadi stres. Saat itu gw gak tau kenapa gw begitu. Gw down tiap hari. Makin hari muka gw makin jelek. Penampilan gw makin culun, gak bener. (Emang udah jelek dan culun sebenarnya, gw tulis begini biar ngasih kesan keren aja). Males banget apa-apa. Tiap malam diisi dengan tiduran-ga-bisa-tidur, dan ga mikirin apa-apa. Mending deh kalo mikirin pacar di perantauan, ini gw tau knapa gw stres aja ngga. Gw jadi ngerasa semua orang musuh yang ga ngerti gw. Gw orang paling jelek, gendut, aneh, ansos dan norak yang pernah ada. Semua omongan gw jadi garing, lawakan gw jadi jayus. Orang-orang terdekat gw, gw ajak berantem tanpa sebab. Sampe sekarang pun residu pertikaian masih ada. Gw nyesel banget gila. Terus puncak kefreakan gw adalah saat gw tiga hari ga masuk hanya untuk duduk bengong di ruang tv, tanpa menyalakan tv. Gw duduk kaku gak gerak, tapi isi pikiran gw kayak mesin cuci. Penuh dan muter-muter. Gw jadi bingungan. Ini kira-kira isi obrolan gw dan gw:







Aduuh capeeek. Pingin kabur ke afrika. Pingin kabur ke suatu tempat dimana gw ga punya urusan apa-apa. Tempat dimana gw cuma butuh makan dan minum secukupnya untuk hidup. Tempat pikiran gw kosong. Pikiran. Apaan sih pikiran. Kenapa kita hidup sambil mikir. Knapa gw harus berpikir. Apaan sih, ini hidup yah? Beneran nih? Gw beneran sesuatu yang roh-roh kayak gas gitu di dalem suatu benda yah? Apa sih ini? Ini tangan gw yah? Gw bisa gerakin ini tangan. Kenapa bisa ni tangan gerak yah? Pikiran gw yang ngontrol tangan ini. Ah coba gerakin lagi. Wah bisa. Ajaib. Wah gw gila. Ini tempat apa sih. Gw ada dimana sih. Ini hidup yah? Mau ngapain pun gw, gw ga bisa kabur dari hidup yah. Ih Tuhan ngapain bikin manusia yah. Kayak polly pocket. Iseng kali yah dia. Tapi terus manfaat hidup buat gw apa dong. Apaan sih. Ini hidup yah. Kenapa gw harus hidup. Kenapa gw ngerasain ini semua. Bisa ga yah, gw tiba-tiba bangun terus gw kemana gitu kek. Hmm, knapa gw stress yah. Apa sih sistemnya Tuhan ngatur manusia. Hmm law of attraction yah. Iya sih bener sih, gw minta apa aja dapet. Tapi kalo gw sekarang selalu dapet apa yang gw minta, kenapa gw bisa jadi gila kayak orang gila. Aneeeeh. Hidup ini aneh. Ngapain coba. Gw jadi bonekanya Tuhan yah. Haaah capek gw dengan the secret. Capek gw minta2 loncat2 kegirangan orgasmik. Capeeek. Pingin kabur. Haaah kok sekarang gw jd males meminta yah. Haaaah ask, believe, recieve. Sampah. Meminta, percaya, terima. Ternyata segala sesuatu baru jalan kalo kita percaya yah. Percaya kalo itu semua bisa dikabulin. Hmm percaya bahwa yang gw minta bakal dikabulin??







Wait........



Saat itu gw tersentak. Percaya sama siapa? Siapa emangnya yang bakal ngabulin permintaan gw? Dan ternyata jawabannya sangat, hmmm, naif? munafik? goblok? Masa hal kayak gini aja, lo ga tau sih tis. Ternyata percayanya kepada sang Pencipta!!! Berarti selama gw norak2 the secret, selama gw norak2 ask, believe, receive itu, gw tuh percayanya kepada Sang Pencipta. Walaupun saat itu gw ga nyadar sama sekali bahwa gw percaya sama dia, gw ternyata sedang memberikan kepercayaan kepada Nya. Ternyata Ia mengabulkan segala permintaan gw. Ternyata Sang Pencipta udah bikin ini dunia yang isinya bumi, bintang2, matahari, lalala, dan masang berbagai hukum untuk diaplikasiin di dunia ini, buat gue!!! Segala sesuatu itu Ia buat untuk gw sadari dan mengertiin, sehingga gw bisa gunakan untuk nikmatin ini dunia. Ternyata Tuhan baik banget. Ternyata kata sd gw, bahwa Allah Maha Pengasih dan Maha Penyayang itu bener-bener bener! Hoo gitu toh maksudnya. Ternyata Allah itu saking baiknya, gw diciptain untuk ngerasain hidup. Dan kalo gw bisa ngertiin maksud-Nya, ada kesempatan buat gw nikmatin hidup ini. Ya ampun, dari dulu gw kemana aja. Ternyata gw boleh menikmati dunia sekarang. Kirain, gw bakal hidup susah dulu di dunia manusia, terus disiksa dulu di neraka untuk pembersihan, baru entar merasakan kenikmatannya di surga. Tapi ternyata, sekarang pun gw udah boleh menikmati hidup kok. Ternyata Allah itu baik banget. Ternyata Allah itu sangat mencintai gw. Ternyata cinta yang gw cari dari lelaki yang ingin gw tipu-daya saat gw nanti menjadi cantik, belom diperlukan juga. Karena saat ini ada Allah yang mencintai gw. Itu dulu aja yang perlu gw tau saat ini.



Terus gw mulai menyadari segala sesuatu di sekitar gw. Ternyata spaghetti yang gw makan itu bukti kasih sayang Allah. Gw diizinin makan makanan seenak itu, apalagi bukan kalo bukan karena Allah itu Maha Pemurah. Wuihh gila aneh banget. Kata-kata pendek yang diajarin di sd islam gw, ternyata bener2 kenyataan. 99 nama Allah. Maha Pemberi, Maha Pengasih, dll itu beneran kenyataan.



Gw sekarang jadi positif, tapi berkesinambungan dan lebih tenang. Kalo ada masalah dateng, gw punya tempat mengadu, dan tempat itu akan bantu gw nyelesein masalah. Ternyata hidup itu seru. Dinikmatin aja. Kalo gw kepanasan di angkot, gw resapin rasa panasnya, nikmatin detik demi detik. Karena pertama, hanya itu yang bisa gw lakukan. Dan kedua, kalo gw udah bawa lexus gw, gw ga bakal ngerasain panas kayak gitu lagi, bisa2 kangen entar.



Selesai.

Kamis, 14 Mei 2009

Ciuman Sebelum Menikah: Mematikan




Cewek mana yang gak pingin dapetin movie kiss:

Sambil menonton film jelek di bioskop gelap yang dingin itu, kami tak sengaja bertemu pandang. Tapi pandangan kali ini beda, sangat berbeda. Saya sampai dibuat takut olehnya. Takut karena saya telah mengetahui sebuah fakta yang sebenarnya sih sangat obvious, tapi memalukan. Ia ingin mencium saya. Tau betul saya, yakin seratus persen. Walau belum pernah saya tau seperti apa itu berciuman bibir dengan lawan jenis, saat ini seperti ada gluduk kencang yang membisikan sebuah pengetahuan entah dari mana: ia menginginkan bibir saya. Saya yang sebenarnya hanya pernah bermimpi-mimpi tentang sebuah movie kiss jadi berpikir, kalau saya mengizinkan orang ini mencium saya, ketauan dong kalo gw juga pengeeeen!!!! Nggak!! Gila, malu banget. Harga diri gw sebagai wanita, harga yang jauh lebih mahal daripada barang katon manapun di dunia, bakal jatuh ke dasar palung mariana kalo ketauan. Biarin deh gw munafik, tapi jangan sampe ketauan kalo gw jg pingin dicium ini anak! Jangan sampe ketauan kalo bibir dia itu sering ada dalem visualisasi gw di siang bolong dan doa memohon gw di malam hitam. Jangan sampe ciuman ini terjadi. Ah, tapi aku juga mau. Ah, tapi memang ini yang gw inginkan dari dulu. Ah, kenapa mukanya ngedeket sih. Ah, kenapa dia nyebut nama gw dengan suara berbisik tercekat kayak orang gantung diri sih. Anjing, gw nervous abis. Anjing, merem aja gw. Anjing. Anjing. Anjing. Alhamdulillah.....
Beginilah kira-kira bayangan saya terhadap ciuman. Kalo lebay, maklum lah, belom tau apa-apa. Hm, kalo yang gw bayangin, ciuman pertama akan menjadi sebuah event yang teramat sangat memalukan. Lo tau dia mau. Dia juga tau kalo lo mau. Jadi, kenyataan bahwa kita tau bahwa kita sama-sama mau dan kayaknya "sesuatu" yang kita mau itu bakal terjadi, rasa-rasanya adalah hal yang bakal memalukan banget di dunia.

Gw tanya ke temen gw yang habis putus dengan cowoknya yang menjadi lelaki first kiss dia. Bukannya menenangkan temen gw, atau menghiburnya, gw malah ngubek2 tentang first kissnya dia. Sungguh kurang ajar gue, sebagai teman. Tapi kayaknya pas aja gitu, kalo gw nanya saat itu. Pertama gw ceritain tentang bayangan gw pas first kiss, dan ternyata kata dia, bayangan gw SALAH!!! Lebay kayak komik2 jepang serial cantik. Kemakan komik banget gueeee. hahaha.

Trus gw tanya, apakah event tersebut memalukan. Dia bilang malu banget. Abis dicium, temen gw jadi gak bisa gerak gitu saking malunya. Hahaha.





Dan mulailah analisis gueee::::

Kenapa kita gak boleh sentuhan fisik/seksual sebelum menikah? Karena sentuhan-sentuhan itu bersifat mengikat yang sangat kuat. Apalagi untuk cewek, makhluk lemah yang gampang kegeeran. Saat-saat bersentuhan itu, seorang cewek rela melepaskan harga dirinya. Harga diri? Ya. Saat berciuman, seorang cewek rela malu semalu-malunya karena ketauan menginginkan ciuman itu. Malu-semalunya karena ternyata akhirnya ketauan bahwa si cewek itu pun juga punya hasrat-hasrat yang sama kayak cowoknya. Cewek yang biasanya marah-marah, kalo denger temen-temen cowok kegirangan pas lagi ngobrol bokep, ternyata doyan juga sama hal-hal begituan. Malu, karena ketauan bahwa dulunya ia munafik. Maluuu!!!

Makanya ciuman, etc sebaiknya setelah menikah. Karena dengan sentuhan-sentuhan itu, hubungan laki-bini akan terikat kuat. Si laki bersedia menjaga rasa malu si bini, dan si bini rela memberi semua malunya ke si laki. Kalo sentuhan-sentuhan itu dilakukan sebelum nikah, dan akhirnya putus. Hacur lah itu cewek. Makanya suka banyak cerita lebay tentang cewek diputusin.

Dan kalo sentuhan-sentuhan itu dilakukan setelah menikah, rasanya gimana yah. Kayaknya bakal jauh lebih nikmat gitu. Karena keinginannya udah ditahan2 dari lama. Ntar pas eksekusi, pasti rasanya kayak meledak2 hahaha. Kalo sebelumnya udah seneng begitu2an sebelum nikah, pas udah nikah hal2 kayak gitu jadi kerasa biasa aja. Nikah cuman pacaran biasa, tapi harus bayar tagihan. Kalo gitu2an setelah nikah kan jadinya ada bumbunya gitu.

Duh ngelantur parah gue. Munafik!!!!!!!

Minggu, 10 Mei 2009

Tentang Saya 2

Jadi pas smp status keislamannya: benci islam. Harap maklum, saat itu saya belum mengerti, masih kecil. Saya mulai bertanya sebuah pertanyaan kepada orang-orang yang saya temui, kecuali guru agama saya (karena takut). Orang-orang pada bingung menjawab. begini pertanyaannya. (Harap maklum, saya benar-benar belum mengerti apa-apa saat itu):





Katanya kan yang bukan orang Islam itu kafir yah. Orang kafir kan masuk neraka karena mereka telah melakukan perbuatan yang amat sangat salah dan tidak bisa ditoleransi lagi sama Allah yang kata orang Maha Pemaaf itu. Jadi gimana dong sama orang-orang di pedalaman afrika yang ga punya akses kepada dunia luar. Mereka lahir di sana dengan agama/kepercayaan mereka yang primitif (kalo mereka cukup berbudaya untuk punya [wait, kalo gw ngomong begini, berarti maksud gw agama produk budaya dong]). Menjalani hidup mereka dengan kepercayaannya itu, dan mati dengan tetap memeluk agamanya itu. Masa mereka juga bakal dibakar selama-lamanya di neraka terbawah bu. Mereka kan gak salah. Gak tau apa-apa. Gimana tuh? Jahat banget dong Allah ya.





Lagi-lagi gw tekankan, bahwa waktu itu gw belom berilmu, masih goblok. Goblok banget sampe nanya pertanyaan kayak gini. Jadi gw semasa smp hidup dengan membenci Allah karena gw belom nemu pertanyaan ini, sambil tetep shalat zuhur sekali2 di sekolah kalo anak lain pada shalat.



Oke pertanyaan itu terus gw cari jawabannya sampe gw masuk SMA. Kelas 1, gw tanya pertanyaan ini ke anak yang duduk di depan gw. Dia juga bingung. Dan dia juga penasaran sama jawabannya. Gw jadi semangat. Dia ngajak nanya ke guru agama, lagi-lagi gw masih takut sama guru agama. Trauma gw kepada guru agama mengakar sampe sekarang. Karena kalo gw ketemu guru agama, gw takut ketauan segala busuk gw. Kayak guru-guru agama gw yang psychic waktu sd. Gw jadi masang sterotip bahwa semua guru agama itu psychic. Gw takut ngeliat cara mereka memandang gw. Walaupun di SMA ada guru agama yang selalu memandang murid-muridnya dengan penuh cinta, gw tetep serem ngeliat guru agama. Huh sebisa mungkin ga berurusan sama mereka. Wah gila, baru setelah gw ngetik ini lho gw sadar kenapa gw takut sama guru agama. Wah ternyata menulis ada manfaatnya juga.



Setelah temen gw ngajak nanya ke guru agama, gw lupa apa yang terjadi sesudahnya. Kayaknya gak jadi nanya deh. Atau mungkin jadi, temen gw itu nanya pas pelajaran. Tapi mungkin gw gak dengerin banget. Tak tau lah. Pokoknya pertanyaan itu sepertinya belu ketemu jawabannya. Hmm sebenernya gw udah punya gambaran sih akan jawabannya. Tapi gw belum berani ngungkapin dulu. Entar lagi kalo udah oke.



To be continued..